20.7.12

Catatan OJT II: Juni


Sebenernya aku gak begitu yakin mau nulis apa di sini. Tapi berhubung aku sudah terlanjur menulis tentang OJT bagian I, maka rasanya akan jomplang kalau tiba-tiba bagian ke-II ini hilang, karena sebentar lagi OJT III malah sudah bakalan berakhir.

Jadi kenapa aku kurang excited di OJT II, karena bulan lalu aku seperti lagi berada di titik terendah kehidupanku. (lebay, noted). Bayangin aja, kakakku nikah dan aku gak bisa datang. Rasa sakitnya masih kerasa sampai sekarang lho. Terus, aku juga kepentok masalah childish issue. Hmm sebenarnya, jika moody dan uring-uringan adalah salah satu tanda ketidakdewasaan seseorang, mungkin aku tidak akan pernah jadi dewasa, karena moody sudah mendarah daging di tubuhku. Hehe. Udah gitu, karena suatu hal, aku dibilang “merajuk” sama teman-temanku. Hmm gak baik loh tiba-tiba membuat kesimpulan subyektif begitu. (sekarang kalian tau kenapa aku nulis tentang candy waktu itu). Entah ya, ternyata berusaha dewasa itu sulit. Apalagi kalau kamu jadi yang paling muda dan orang-orang gak yakin kamu bisa dewasa. Terlanjur ada cap “anak bawang” di jidatmu gitu loh. Gimana rasanya?


Yaa..aku ini emang gampang marah, labil, blaming anything easily (tapi dicatet ya, aku gak pernah nyalahin manusia lain kecuali aku sendiri) tapi habis itu biasanya aku bakalan super ngerasa bersalah dan super menyesal (ini sungguhan!). Dari sini rasanya aku bisa ngambil kesimpulan, kalau ternyata, aku butuh managemen emosi.

Oke..that’s the intro. Maaf sudah menulis begitu banyak keluhan. Padahal tujuan aku nulis blog ini bukan untuk menampung keluhan, tapi untuk menuangkan ide. Sukur-sukur kalau bisa menginspirasi. (tapi kayaknya belum kesampaian tuh). Hehehe

Jadi, di OJT II ini sebenernya aku ngerasa kurang diperhatikan. Soalnya emang mentor kami lagi pada sibuk merealisasikan peraturan presiden terkait suatu kebijakan. Jadinya ya kami sering ditinggal. Tapi.. di balik semua itu, selalu ada sisi positif yang bisa kamu ambil. Misalnya, bagaimana mempertahankan sikap positif dan proaktif ketika kamu sedikit diabaikan. Atau tetap berusaha “berguna” apapun yang terjadi. Ternyata sikap seperti itu sangat berguna loh. Entah kenapa di akhir-akhir bulan, pas OJT-nya mau berakhir, kita malah jadi diberdayakan. Barangkali it takes time buat seseorang menyadari manfaat yang bisa kita berikan. Atau malah kitanya sendiri yang kurang berusaha keras untuk “terlihat”?

Tempat-tempat seperti inilah yang kebanyakan kami singgahi saat OJT bulan ke-II.

Hmm apa lagi ya. Kayaknya gak banyak yang bisa ditulis di sini. Mungkin aku juga sudah lupa bulan kemarin ngapain aja? Hehe. Intinya, ketika kamu memutuskan akan menjadi seorang “pekerja” maka kamu harus deal dengan konsekuensi bahwa orang tidak akan memedulikan masalah apapun yang terjadi di rumahmu sehingga kamu harus berusaha menyimpannya di dalam kantong, sampai kamu punya ide untuk menyelesaikannya tanpa harus mengganggu kenyamanan orang sekitar. What do you think?

2 comments:

  1. Gile, belum punya suami aja udah punya masalah di rumah. Ckckkckkck
    Aku kurang setuju sama statemen terakhir. Masih ada kok teman kerja yg mau mendengar curhatan dan keluh kesah kita. Tentunya jangan curhat ketika kerja tetapi ketika istirahat atau makan siang bareng. Janganlah selalu merasa hidup sendirian.

    ReplyDelete
    Replies
    1. untuk sebagian orang mungkin bisa pul, tapi kayaknya "pura-pura gak ada apa-apa" selama di kantor, menurutku tetep yang paling baik. :)

      Delete

WOW Thank you!